Sidoarjo, Siarpos , Sebagai paslon incumbent, Plt Bupati Sidoarjo Subandi terus bermanuver, bahkan indikasi begitu kuat telah menunggangi kegiatan yang dibiayai APBD Pemkab Sidoarjo, untuk memuluskan langkah politiknya pada Pilkada 2024. Ini menjadi preseden buruk, bahkan mulai menuai kritikan sekaligus antipati publik Sidoarjo.
Kegiatan terbaru adalah Pembinaan bagi Kepala Desa dan BPD se-Kabupaten Sidoarjo yang digelar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Sidoarjo. Acara yang digelar di Atres Hotel Malang, berlangsung pada 10 September dan 17 September 2024, yang rencananya dibuka Plt Bupati Subandi.
Undangan ditujukan ke Camat se-Kabupaten Sidoarjo yang diintruksikan agar memobilisasi Kepala Desa dan BPD untuk ikut kegiatan ini, telah menyebar ke publik,–berbagai group komonitas Whatsapp, langsung menuai tanggapan beragam.
Ada yang berkomentar; “Uenaknya jadi calon incumbent, kampanye tanpa biaya..hehe..heheee”. Tanggapan lainnya; “Kampanye kok numpang APBD,”. Komentar lainnya: “Bukan rahasia lagi. Sangat tidak etis,”. Lalu ada juga menanggapi: “Aji mumpung. Tapi masyarakat Sidoarjo sudah paham arahnya,”. “Kampanye menggunakan fasilitas negara menjadi preseden buruk…Ini perlu disemprit,” komentar lainnya
Sementara itu, H. Al Macfhfudz WPD, pengamat sosial dan politik yang juga dosen senior dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengatakan, salah satu keuntungan paslon incumbent adalah memanfaatkan kegiatan pemerintahan untuk kepentingan politiknya. “Ini sebenarnya sudah umum. Tinggal bagaimana pelaksana Pilkada, terutama pihak Bawaslu menyikapi adanya kampanye terselubung, apalagi jelas-jelas menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye,” katanya, Selasa (10/9) siang tadi.
Dia menambahkan, setiap kegiatan pemerintahan yang dibiayai dan atau menggunakan fasilitas negara dihadiri paslon incumbent, yang harus dicermati apakah sudah sesuai dengan SOP (Standard operating Procedure). Selain menyangkut prosedur penggunaan anggaran pemerintah dan atau fasilitas negara yang semestinya, juga paslon incumbent harus bisa menempatkan diri sesuai kapabilitas dan dan kapasitasnya .
Seperti dalam kasus Plt Subandi, yang mulai menunai kritik publik karena disinyalir memanfaatkan kegiatan pemerintahan untuk kepentingan politiknya. Ada indikasi kuat setiap berkegiatan, dia ‘berkampanye terselubung’. Ini terutama terjadi pada kegiatan berkaitan penyerahan bantuan atau bersifat sosial dari pemerintah kepada masyarakat Sidoarjo.
Di mana, Plt Bupati Subandi tidak segan-segan mengungkapkan bahwa dirinya mencalonkan sebagai bupati, lalu minta restu dan doa agar menjadi bupati mendatang. “Kalau sudah kampanye terselubung, meski hanya minta doa dan restu atas pencalonannya saat pada acara kegiatan pemerintahan, itu sudah tidak etis,” kata Machfud. “Incumbet yang berkampanye dengan menfaatkan kegiatan pemerintahan atau menggunakan fasilitas negara adalah pelanggaran UU Pilkada,” tambahnya.
Lebih lanjut, Machfud menyakini masyarakat Sidoarjo sudah dewasa berdemokrasi, sehingga paham mana paslon yang santun dalam berpolitik. “Incumbent memanfaatkan fasilitas negara untuk kampanye, itu model lama. Sekarang justru tidak efektif, bahkan bisa melahirkan sentiment negatif bagi masyarakat karena sudah melek politik,” ujarnya.
Sementara itu, H. Usman, M.Kes, Ketua Pemenangan Paslon Achmad Amir Aslichin dan Edy Widodo (SAE) saat dikonfirmasi mengatakan biarlah masyarakat Sidoarjo yang menilai, mana paslon yang santun dalam berpolitik. “Kalau paslon kami dalam berpolitik, SAE…SAE saja,” ujarnya.
Sebagai anggota DPRD Kab. Sidoarjo yang juga menjadi ketua tim pemenangan SAE, Abah Usman, sapaan ketua DRPD Sidoarjo perideo 2019-2024 ini mengatakan, pihaknya meminta Plt Bupati tidak menggunakan fasilitas negara atau kegiatan dibiayai APBD, untuk dimanfaatkan mobilisasi dukungan terhadap pencalonannya sebagai bupati pada Pilkada 2024.
Apalagi jauh-jauh sebelumnya, pihaknya telah mencium aroma tidak sedap atas konstelasi politik terkait Pilkada 2024. Misalnya ada upaya dari Plt Bupati yang menggiring ASN mulai jajaran OPD, Camat, Kades, BPD untuk mendukungnya. Bahkan saat ini pihaknya telah menerima laporan dari masyarakat bahwa telah beredar form (blangko) ke RT/RW untuk mendata dukungan. “Dugaa kuat bahwa pejabat RT/RW yang mendapatkan dana isentif dari pemerintah ini dimanfaatkan untuk mencari dukungan bagi paslon sebelah. Setiap form berisi 25 nomer urut dengan keterangan nama, alamat, no telepon/wa. NIK dan tanda tangan. Ini jelas tidak baik,dan melanggar aturan Pilkada,” tegasnya.(Cak Sokran)