Sidoarjo, Siarpos.com – Sebanyak enam dari tujuh fraksi di DPRD Sidoarjo kompak mendesak Bupati Sidoarjo, Subandi, untuk menyampaikan permintaan maaf dan klarifikasi secara terbuka. Desakan ini muncul atas pernyataan Bupati yang menyebutkan bahwa tugas anggota dewan hanya menghambur-hamburkan uang serta menyatakan bahwa Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dewan rawan terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Sikap tegas keenam fraksi tersebut disampaikan oleh para juru bicara masing-masing fraksi dalam Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024, yang digelar di ruang Rapat Paripurna DPRD Sidoarjo pada Selasa (10/6/2025) sore. Fraksi-fraksi yang mendesak permintaan maaf dari Bupati antara lain: Fraksi PKB, Fraksi Gerindra, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PAN, Fraksi PKS/PPP, dan Fraksi Nasional Demokrat (gabungan dari Partai Nasdem dan Partai Demokrat). Sementara itu, satu-satunya fraksi yang tidak merasa terganggu oleh pernyataan Bupati adalah Fraksi Partai Golkar, yang merupakan partai pengusung Subandi dalam Pilkada akhir 2024.
Suasana rapat paripurna yang biasanya berlangsung tenang pun menjadi lebih riuh. Tepuk tangan dan sorakan menggema setelah para juru bicara fraksi membacakan pandangan umum. Sebaliknya, saat satu fraksi tidak menanggapi serius pernyataan kontroversial Bupati, sorakan pun muncul dari peserta rapat dan tamu undangan yang hadir di ruang rapat lantai dua tersebut.
Seluruh fraksi yang merasa tersinggung mendesak agar Bupati Subandi menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan sadar, baik dalam forum resmi seperti rapat paripurna maupun melalui media massa cetak dan daring.
Menurut para anggota dan pimpinan keenam fraksi, pernyataan Bupati tidak hanya mendiskreditkan lembaga DPRD, tetapi juga berpotensi merusak citra dan kinerja dewan di mata publik, khususnya konstituen. Mereka menilai pernyataan tersebut menyebabkan kegaduhan politik antara eksekutif dan legislatif.

Permintaan maaf dan klarifikasi dianggap sebagai bentuk tanggung jawab politik sekaligus sikap ksatria seorang kepala daerah. Hal ini juga dinilai penting untuk memulihkan marwah DPRD Sidoarjo, yang memiliki kedudukan sejajar dengan Bupati, karena sama-sama dipilih langsung oleh rakyat.
Fraksi Partai Gerindra menjadi yang pertama menyampaikan pandangan umum, melalui juru bicara Pratama Yudhiarto. Meskipun perolehan kursi terbanyak dimiliki Fraksi PKB, Gerindra lebih siap membacakan pandangannya terlebih dahulu. Dalam penyampaiannya, Fraksi Gerindra menyayangkan pernyataan Bupati yang menyebut Pokir rawan korupsi dan menuduh DPRD hanya menghamburkan uang. Mereka meminta agar Bupati segera meminta maaf secara terbuka untuk memulihkan hubungan kemitraan antara eksekutif dan legislatif.
Desakan serupa juga disampaikan oleh Fraksi PKB melalui jubirnya, M Rojik, yang meminta klarifikasi dan permintaan maaf jika pernyataan tersebut diucapkan dalam kondisi sadar, apalagi jika tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Fraksi PDI Perjuangan, melalui Kusumo Adhi Nugroho, menekankan bahwa pernyataan Bupati telah viral di media sosial dan sangat merugikan citra dewan. Mereka meminta Bupati menarik ucapannya sebagai bentuk itikad baik.
Fraksi PAN melalui juru bicaranya, Bangun Winarso, menyatakan bahwa eksekutif dan legislatif memiliki posisi sejajar sehingga pernyataan Bupati harus ditarik kembali dan permintaan maaf harus disampaikan terbuka demi menjaga kehormatan DPRD.
Sementara itu, Fraksi PKS/PPP yang diwakili Vike, juga menyayangkan pernyataan Bupati dan menuntut klarifikasi resmi. Hal senada disampaikan Fraksi Nasional Demokrat yang meminta agar Bupati segera memberikan penjelasan secara terbuka untuk meredakan kegaduhan publik.
Diketahui, ketegangan antara Bupati dan DPRD Sidoarjo dipicu oleh viralnya sebuah video berdurasi 22 detik pada 19 Maret 2025 lalu. Dalam video tersebut, Bupati Subandi menyatakan bahwa dirinya dan wakil bupati bekerja meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara DPRD disebut hanya menghamburkan uang. Hal ini memicu kemarahan para anggota DPRD yang merasa direndahkan dan tidak dihargai, bahkan sempat berujung pada aksi boikot terhadap Rapat Paripurna Pertanggungjawaban Bupati beberapa waktu lalu. (Cak Sokran)