FAKTA AKTUAL TERPERCAYA
Indeks

HRM Dewan Penasehat Gerindra Beri Penjelasan Masalah Anggota DPRD Sidoarjo “Boikot” Sidang Rapat Paripurna LKPJ Bupati Sidoarjo

Sidoarjo, Siarpos.com – Situasi politik di Kabupaten Sidoarjo memanas usai mayoritas anggota DPRD melakukan aksi boikot dalam sidang paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati. Ketegangan antara legislatif dan eksekutif pun dinilai menjadi indikasi mulai melemahnya dukungan politik terhadap Bupati Subandi di tubuh DPRD.

Sikap tegas datang dari Fraksi Gerindra yang sebelumnya merupakan bagian dari koalisi pendukung Subandi-Mimik Idayana dalam Pilkada 2024. Dari sembilan anggota fraksi Gerindra, delapan tidak hadir dalam sidang LKPj bersama sejumlah anggota fraksi PKB, PDIP, PAN, dan NasDem. Hanya satu anggota Gerindra yang absen karena menjalankan ibadah haji. Padahal sebelumnya, koalisi Gerindra, Golkar, dan Demokrat menjadi fondasi utama kekuatan Bupati Subandi di legislatif.

Dengan dinamika politik saat ini, kekuatan Subandi di parlemen mulai mengalami keretakan. Kini, kemungkinan hanya Golkar dan Demokrat yang tersisa sebagai pendukung. Gerindra secara terbuka menunjukkan kekecewaan melalui aksi boikot, sebagai bentuk ketidakharmonisan dengan kepemimpinan Subandi.

Pertanyaan pun mencuat mengenai keselarasan sikap fraksi Gerindra dengan garis kebijakan partai, terlebih karena Ketua DPC Gerindra Sidoarjo adalah Mimik Idayana, yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati. Namun Rahmat Muhajirin, Ketua Dewan Penasehat DPC Gerindra Sidoarjo, menegaskan bahwa secara struktural, partai tetap berkomitmen mendukung pemerintahan hingga 2030.

Meskipun demikian, RM menyebutkan bahwa keputusan fraksi tetap melewati konsultasi internal dan berdasarkan kajian menyeluruh, terutama dalam melihat dampak terhadap masyarakat. Ia menyebut aksi boikot adalah bentuk kekecewaan personal terhadap Bupati, khususnya karena LKPj dinilai sebagai bentuk tanggung jawab individu, bukan kelembagaan.

RM juga mengungkapkan bahwa Subandi sempat menolak tawaran untuk menjadi kader Gerindra meski diusung oleh partai tersebut saat Pilkada. Hal ini memicu perasaan ditinggalkan oleh kader partai. Kekecewaan turut meluas karena DPRD merasa dilecehkan secara kelembagaan dan tidak dihargai dalam proses pengambilan kebijakan, terutama soal Pokok Pikiran (Pokir) yang seharusnya menjadi hak anggota dewan sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 86 Tahun 2017.

Jika kondisi terus memburuk, RM memastikan aksi politik tak berhenti pada boikot saja. Ia menyebut potensi penggunaan hak interpelasi hingga hak angket sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2014, untuk mengawal fungsi pengawasan DPRD. “Kita lihat saja kelanjutannya,” pungkasnya. (Cak Sokran)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *